Cerita Hantu

Image

“Abis ini pelajaran apa Ren?” tanya Septian ke teman sebangkunya Rene.

“Mmh, Seni yah?” jawab Rene ragu.

“Gubrak yuk… Kan gua tanya ke elu. Kenapa lu nanya balik?” respon Septian.

“Hahaha, iya iya. Bener kok Seni, tuh Bu Fira udah masuk,” kata Rene sambil menunjuk pintu ke arah Ibu Fira yang baru masuk kelas.

“Selamat siang anak-anak!” seru Bu Fira yang sedang berjalan di depan kelas menuju meja guru.

“Siang bu!” kompak Kelas X-Bahasa menjawab.

Pelajaran Seni di mulai. Semua anak fokus dalam belajar. Namun tak jarang mereka tertawa dengan penjelasan Bu Fira yang diselingi lelucon. Setelah penjelasan panjang mengenai musik disertai sejumlah cacatan penting mereka akan mulai mempraktekkannya. Namun tiba-tiba seorang siswi nyeletuk.

“Bu, ibu tahu mengenai cerita hantu di sekolah ini tidak?” tanya Anis yang duduk tepat di depan meja guru, semua siswa-siswi kelas tiba-tiba tertuju kepadanya.

“Hah? Kenapa tiba-tiba kamu nanya itu nis?” Bu Fira heran.

“Iya lu Nis. Ada-ada aja,” kata Umi yang duduk di belakang Anis.

“Mmh, nggak sih cuma penasaran aja. Kakak aku sering loh Bu cerita tentang hantu yang ada di sekolahnya. Jadi aku juga penasaran tentang cerita hantu disini,” jawab Anis.

“Ibu tau sih beberapa. Tapi gimana kalau kamu dulu ceritakan tentang cerita hantu sekolah kakak kamu itu,” Kata Bu Fira penasaran.

“Ah ibu, kenapa mau,” kata Rini, siswi bertubuh subur dengan nada ketakutan.

“Udah bu gak papa, lanjutin Nis!” kata salah satu siswa bersemangat.

“Iya, refreshing dikit. Dari tadi pagi kita kan belajar full,” tanggap siswa lain, mendukung Anis.

“Ya sudah, sisa jam pelajaran ini kita cerita saja. Prakteknya di undur ke pertemuan minggu depan,” kata Bu Fira. Ibu Fira memang masih muda, jadi dia sangat senang dengan cerita ini.

Siswi-siswi yang ketakutan merapat ke siswi yang lain. Siswa-siswa di kelas itu hanya menertawai mereka. Rini pindah ke meja Rene, membuat Septian sesak karena bangku panjang untuk 3 orang ini tidak juga muat dengan tubuh subur Rini. Rini tak mempedulikan Septian, dia dengan erat memegang tangan Rene erat.

“Oke, gua mulai ya, dengerin! Jadi gini kalian tau SMA terkenal di Bandung? Itu sekolah kakak cowok gua yang ke-2. Dia tinggal disana sama Tante gua. Di sekolah dia itu emang beuh banget horrornya. Ada salah satu yang gua suka banget, yaitu Cerita tentang None Belanda…”

Rama memotong, “None Belanda? Kok nyambung kesitu ya?”

“Menurut cerita kakak gua sih gedung sekolah di Bandung  itu emang bekas kantor Belanda kalo gak bener. Kakak gua sendiri gak tau kenapa None itu berkeliaran di sekolahnya. Sebenernya None itu punya nama, nah sayangnya gua lupa namanya siapa. Tapi ada kepercayaan kalau mau ngliat None itu harus mengelilingi gedung itu sejumlah ganjil sambil manggil nama None itu,” cerita Anis.

“Kayak Tawaf ye,ngelilingin gedung” celetuk Adam yang membuat murid-murid di kelas itu tertawa.

“Hahaha, ada-ada aja kamu, Dam. Tapi memang itu bener Nis? Apa sudah ada yang membuktikan?” tanya Ibu Fira, ternyata dia memang tertarik dengan cerita ini.

“Iya bu, ini bener. Lalu jika sudah kita dapat cek bagia depan gedung, tepatnya jendela besar di atas pintu utama yang lumayan gede. Disitulah None Belanda itu bakal keluar. Kakak saya sendiri ngebuktiin cerita ini,” kata Anis meyakinkan Bu Fira.

“Berani bener kakak lu Nis. Salut gua,” kata Rene kagum.

“Iya lah berani,kan sama temen-temenya bersembilan. Hahahaha,” kata Anis sambil tertawa. Membuat murid-murid di kelas berseru, “Yah!!!!”

“Gubrak yuk Nis. Itu mah sama aja bohong,” kata Septian.

“Eh tunggu dulu dong, walau rame-rame tapi tetep loh. Suasananya itu loh. Mereka kesana ba’da Maghrib, pas banget ba’da Maghrib. Sehabis shalat berjamaah di Masjid terdekat sama sekolahnya itu mereka pergi ke TKP. Ada yang aneh juga diperjalanan mereka ke sekolah itu. Ban motor bocor lah, motor kakak gua ngambek gak nyala beberapa menit. Tapi mereka tiba disana. Tau lah gimana suasana ba’da Maghrib di sekolah gede tapi sedang sepi-sepinya. Mereka mulai ritualnya, mengelilingi sekolah sambil meneriakkan nama si None itu. Tiga kali putaran mereka gak melihat apa-apa di jendela tempat si None muncul. Mereka coba sampai 9 kali, tapi hasilnya nihil. Mereka nyerah dan memutuskan buat pulang. Tapi tiba-tiba mereka dengar suara teriakkan keras dari dalem sekolah. Dengan kompaknya mereka noleh tepat ke jendela itu. Ternyata ada None Belanda disana. Dia menggunakan pakaian khas none-none Belanda dulu lengkap dengan topi yang lebar. Tetapi yang buat serem adalah baju None itu dilumuri darah yang terlihat menetes. Matanya kayak memancarkan kemarahan, tapi tidak melihat tepat ke arah kakak saya dan teman-temannya berdiri melainkan ke lurus ke depan. Tapi itu gak lama, tiba-tiba kepalanya menengok ke tempak kelompok kakak saya. Sontak saja mereka lari sekencang-kencangnya ke arah motor mereka dan kabur pulang,” Anis selesai bercerita.

“Hahaha, mereka kabur. Tapi serem juga cerita kakak lu Nis,” kata Rene.

“Trus kakak lu gimana abis itu? Biasanya kan kalau habis dapat pengalaman begituan sakit atau apalah itu,” Rini yang sedari tadi panas-dingin dengan cerita itu bicara.

“Mmh, kakak gua sih gak kenapa-napa. Tapi 2 dari 4 temen ceweknya yang ikut hari itu gak masuk sekolah keesokkannya. Mereka kena demam and baru sembuh setelah 1 minggu,” jelas Anis sambil mengangguk.

“Wah keren tuh sekolah!” komentar Septian.

“Keren apaan sih yan? Sekolah ada setannya kok seneng,” Rini membalas Septian.

“Keren aja. Sekolah kita punya gak Bu?” Septian menanyakan Bu Fira.

“Tentu punya. Masa sekolah sebesar ini gak punya cerita mistis kayak tadi,” jawab Bu Fira.

“Ayo Bu ceritakan!” semangat  Anis.

Bu Fira mulai, “Baiklah, begini ceritanya………..”

The End

Leave a comment